RAMADHAN DAN PERBAIKAN AKHLAQ

RAMADHAN DAN PERBAIKAN AKHLAQ

RAMADHAN DAN PERBAIKAN AKHLAQ

By : Sunardi Munari

Alhamdulillah Allah Ta’ala menakdirkan kita bertemu dengan Ramadhan tahun ini semoga menjadi Ramadhan terbaik dan terindah sepanjang hidup kita. Dan berharap kepada Allah kita bisa mengisi bulan mulia ini dengan amal-amal shalih, ibadah yang berbuah kerja-kerja dakwah, dan upaya memperbaiki akhlak hingga akhlaqul karimah menghiasi diri kita. Perbaikan akhlak dalam bulan Ramadhan merupakan sesuatu yang penting. Karenanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ القِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا

“Sesungguhnya yang paling aku cintai di antara kalian dan paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah mereka yang paling bagus akhlaknya di antara kalian.” (HR. Tirmidzi no. 1941. Dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jaami’ no. 2201.)

Dengan akhlak mulia, seseorang bisa menyamai kedudukan (derajat) orang yang rajin berpuasa dan rajin shalat. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ

“Sesungguhnya seorang mukmin bisa meraih derajat orang yang rajin berpuasa dan shalat dengan sebab akhlaknya yang luhur.” (HR. Ahmad no. 25013 dan Abu Dawud no. 4165. Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhiib no. 2643.)

Jangan abaikan program perbaikan akhlak di bulan Ramadhan. Sadarilah masih banyak akhlak dan perilaku kita yang kurang baik. Mungkin cara bicara kita kepada orang lain yang kadang nyelekit atau menyakitkan. Mungkin masih pemarah, masih sering menggunjing dan suka gossip. Mungkin kurang bisa menerima nasihat atau kritik. Mungkin pula masih senang dengan kecurangan. Atau perkataan kita yang penuh dusta. Atau hati kita yang kadang dipenuhi sikap prasangka kepada saudara kita. Mungkin pula ada perbuatan kita lainnya yang berlebih-lebihan.

Tiga puluh hari atau dua puluh sembilan hari Ramadhan, saat yang tepat untuk melakukan reparasi akhlak. Perbaikan akhlak terhadap orangtua, terhadap pasangan, terhadap anak, terhadap tetanggga dan terhadap sesama. Ramadhan saat hati seorang hamba bersih dengan shiyam yang dilakukan adalah saat paling mudah memperbaiki akhlak.

Muliakan Akhlak kita dengan Ramadhan, karena semua ahli agama, ahli akal, ahli ilmu, dan ahli seni, mereka sekapat dengan atas pentingnya akhlak. Imam Ibnu Qayyim rahimahullah dalam kitabnya yang terkenal Madarij As Salikin, beliau menyatakan,”Agama seluruhnya adalah akhlak, maka barang siapa yang bertambah mulia akhlaknya, maka ia telah menambahkan ketaatan padamu.”

Syaikh DR. Yusuf Al Qaradhawi rahimahullah dalam kitabnya Akhlaq Al Islam, beliau mengutip sebuah syair dari Amir Syu’ara Ahmad Syauqi, berikut syairnya :

Kebaikan urusanmu rujukannya adalah akhlak
Ukurlah dirimu dengan akhlak, niscaya engkau lurus.

Diantara kebaikan diri adalah kebaikan dan ke afiatan.

Diantara kejelekan diri adalah pada kejahilan yang akut.

Apabila suatu kaum telah rusak akhlaknya
Maka selenggarakanlah bela sungkawa bagi mereka.

Ramadhan membangkitkan kesadaran kita tentang pentingnya akhlak mulia dalam meniti perjalanan dakwah dan perjalanan kehidupan. Umat yang berdiri diatas landasan iman dan akhlak yang mulia dan kokoh, tidak akan pernah tergoyahkan untuk selamanya. Karena Allah pasti akan menolong mereka dalam segala bidang, menyinari mereka dengan Cahaya yang terang menuju kehidupan yang penuh dengan nilai-nilai kebaikan. Wallahu’alam bi showwab.[]

RAMADAN DAN KEBIASAAN BAIK

RAMADAN DAN KEBIASAAN BAIK

RAMADAN DAN KEBIASAAN BAIK#4

By : Sunardi Munari

Kehidupan manusia tidak lain adalah sekumpulan kebiasaan-kebiasaan. Karena kebiasaan seringkali menguasai manusia. Barangsiapa yang membiasakan melakukan kebaikan, maka hal itu akan menjadi sifat yang tetap bagi dirinya, begitu pula sebaliknya. Ramadhan Allah jadikan agar kita senang melakukan kebiasaan-kebiasaan baik. Ramadhan adalah kesempatan untuk berbuat baik. Di bulan Ramadhan memang begitu mudah untuk melakukan kebaikan. Itulah mengapa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam semangat melakukan kebaikan lebih dari waktu-waktu lainnya.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih banyak lagi melakukan kebaikan di bulan Ramadhan. Beliau memperbanyak sedekah, berbuat baik, membaca Al Qur’an, shalat, dzikir dan i’tikaf.” (Zaadul Ma’ad, 2: 25)

Kalau di Ramadhan kita tak bisa melakukan kebiasaan yang baik, di bulan mana lagi kita dapat melakukan kebiasaan yang baik itu.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – أَجْوَدَ النَّاسِ بِالْخَيْرِ ، وَأَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِى شَهْرِ رَمَضَانَ لأَنَّ جِبْرِيلَ كَانَ يَلْقَاهُ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ فِى شَهْرِ رَمَضَانَ حَتَّى يَنْسَلِخَ يَعْرِضُ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – الْقُرْآنَ ، فَإِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيلُ كَانَ أَجْوَدَ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling gemar melakukan kebaikan. Kedermawanan (kebaikan) yang beliau lakukan lebih lagi di bulan Ramadhan yaitu ketika Jibril ‘alaihis salam menemui beliau. Jibril ‘alaihis salam datang menemui beliau pada setiap malam di bulan Ramadhan (untuk membacakan Al Qur’an) hingga Al Qur’an selesai dibacakan untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apabila Jibril ‘alaihi salam datang menemuinya, tatkala itu beliau adalah orang yang lebih cepat dalam kebaikan dari angin yang berhembus.” (HR. Bukhari no. 4997 dan Muslim no. 2308).

Di bulan Ramadhan budayakanlah melakukan kebiasaan baik agar kebiasaan baik itu terus melekat pasca Ramadhan. Barangsiapa yang membiasakan dirinya selalu berdzikir kepada Allah Ta’ala, maka dia terbiasa dengan kebiasaan ini. Barangsiapa membiasakan selalu tersenyum kepada siapa saja, maka tersenyum itu akan menjadi kebiasaan baginya.

Gemar membaca adalah buah dari kebiasaan bersabar untuk selalu membaca. Gemar sedekah adalah hasil dari kebiasaan bersedekah selama ini. Gemar qiyamulail adalah buah dari dari kebiasaan menguatkan hati untuk selalu qiyamulail. Sama dengan kebiasaan mengusap-usap jenggot atau tangan yang bergerak saat berbicara itu adalah kebiasaan yang dilakukan sejak lama hingga terbentuk seperti itu.

Begitupun sebuah keburukan jika menjadi kebiasaan akan terbentuk dalam diri seseorang kebiasaan berbuat buruk. Terbiasa dusta terbentuk manakala selama ini selalu membiasakan berlaku dusta dan bohong. Terbiasa memakan harta dan mencari harta yang syubhat merupakan buah dari kebiasaan yang selama ini meremehkan dosa. Kebiasaan tidak disiplin adalah buah dari kurang memperhatikan waktu sejak lama. Kebiasaan berhutang dan tak membayar adalah bentuk dari kebiasaan yang dilakukan sejak lama hingga tak malu jika tidak membayar hutang.

Kehidupan seseorang tidak lain terdiri dari sekumpulan kebiasaan-kebiasaan.
Maka mulailah melakukan kebiasaan-kebiasaan baik sejak hari ini. Seseorang selalu melakukan apa yang telah menjadi kebiasaannya, seperti yang diungkapkan oleh seorang penyair,”Bagi setiap orang sesuatu yang dibiasakannya.”

Ramadhan jadikanlah sebagai sarana untuk istiqamah dalam kebiasaan yang baik, karena ini akan menuntun kita kepada husnul khatimah. Dinyatakan oleh Imam Ibnu Katsir dan Imam as-Sa’adi serta ulama lainnya rahimahumulLaah:

أَنَّهُ مَنْ عَاشَ عَلَى شَيْءٍ مَاتَ عَلَيْهِ

“Sungguh siapa saja yang hidup di atas suatu kebiasaan tertentu, dia pun akan diwafatkan di atas kebiasaan tersebut.” (Ibnu Katsir, Tafsiir al-Qur’aan al-‘Azhiim, 2/101; as-Sa’adi, Taysiir al-Kariim ar-Rahmaan fii Tafsiir Kalaam al-Manaan, 1/130).[]
Wallahu’alam bis showwab.

RAMADAN DAN RASA SYUKUR

RAMADAN DAN RASA SYUKUR

RAMADAN DAN RASA SYUKUR

By: Sunardi Munari

حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي ۖ إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

…..Sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”. [ QS Al Ahqaf : 15 ]

Mensyukuri nikmat adalah sikap yang harus kita tanamkan dalam meniti perjalanan kehidupan.Karena setiap hari Allah Ta’ala selalu memberikan nikmatNya kepada kita, banyak dan tak terhitung. Kita pasti tak sanggup menghitung karena begitu banyaknya.

Perputaran waktu yang begitu cepat terkadang mencampakkan kita ke dalam cengkeraman penyesalan. Usia begitu cepat berlalu, tak terasa saat Ramadhan datang tahun ini kita sudah semakin menua, dan perjalanan hidup seakan begitu cepat berakhir. Nikmat dan karunia Allah yang terlimpah selama ini kadang lalai untuk kita syukuri.

Orang yang bersyukur mengenal hak waktu akan selalu siap siaga. Dan pada saat siaga itulah saat ia akan menemukan nilai kehidupan. Karena waktu adalah kehidupan. Sebagaimana Sabda Rasulullah dari Abu Barzah Al-Aslami, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ

“Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai: (1) umurnya di manakah ia habiskan, (2) ilmunya di manakah ia amalkan, (3) hartanya bagaimana ia peroleh dan (4) di mana ia infakkan dan (5) mengenai tubuhnya di manakah usangnya.” (HR. Tirmidzi no. 2417, dari Abi Barzah Al Aslami. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Ramadhan telah datang dan kita ada di dalamnya, bersyukurlah dan manfaatkanlah. Beramal shaleh lah yang di ridhai Allah yaitu amal yang Ikhlas hanya mengharapkan balasan dari Allah. Amal yang tidak disusupi sikap riya’. Riya’ adalah syirik kecil dan Syirik adalah suatu perbuatan dosa yang lebih sulit (sangat samar) untuk dikenali daripada jejak semut yang merayap di atas batu hitam di tengah kegelapan malam.”Karenanya Rasulullah mengajarkan kita sebuah doa :

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

Disebutkan dalam Musnad Abu Ya’la namun dengan sanad dho’if sebagaimana kata Syaikh Husain Salim Asad. Tapi makna do’a ini shahih.

Manfaatkanlah waktu-waktu Ramadhan kita untuk memperbaiki kualitas hubungan kita dengan Allah Ta’ala, kualitas hubungan kita dengan Rasulullah saw, berinteraksilah dengan Al Qur’an dan perbaikilah hubungan dengan sesama manusia. Mumpung kita muda, mumpung kita sehat, mumpung kita hidup, manfaatkanlah, manfaatkanlah…!
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ ، وَغِنَاءَكَ قَبْلَ فَقْرِكَ ، وَفِرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ ، وَحَيَاتِكَ قَبْلَ مَوْتِكَ

“Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara: waktu mudamu sebelum masa tuamu, waktu sehatmu sebelum waktu sakitmu, waktu kayamu sebelum waktu fakirmu, waktu luangmu sebelum waktu sibukmu, dan waktu hidupmu sebelum matimu.” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrok, 4: 341. Hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim)

Wallahu’alam bis showwab []

RAMADAN DAN SAATNYA ME-RESET CARA HIDUP KITA

RAMADAN DAN SAATNYA ME-RESET CARA HIDUP KITA

RAMADAN DAN SAATNYA ME-RESET CARA HIDUP KITA #3

By : Sunardi Munari

Menapaki perjalanan kehidupan hingga hari ini saat Ramadhan menghampiri, pasti kita semua memiliki pengalaman hidup. Tentu pengalaman yang berbeda antara satu orang dengan orang yang lain. Pahit dan getir, susah dan senang, kesedihan dan kegembiraan, adalah pernik-pernik kehidupan yang menghiasi perjalanan ini. Kita mungkin masih ingat tragedy yang memilukan, hingga hati terasa tercabik-cabik dan seakan tak berguna lagi hidup. Namun semua itu tentu ada hikmah yang bisa kita petik.

Ramadhan saatnya kita merenung dan menengok ke dalam diri sendiri. Mungkin ada yang salah dalam cara menapaki perjalanan hidup, hingga hati terus gelisah dan tak bisa tenang.

Ramadhan saatnya me-reset ulang segalanya. Me-reset orientasi hidup untuk selalu fokus pada akhirat, karena dunia bukan tempat kita tinggal melainkan tempat kita meninggal. Dunia adalah permainan dan senda gurau belaka. Allah Ta’ala berfirman :

وَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا لَعِبٌ وَّلَهْوٌ ۗوَلَلدَّارُ الْاٰخِرَةُ خَيْرٌ لِّلَّذِيْنَ يَتَّقُوْنَۗ اَفَلَا تَعْقِلُوْنَ

“Dan kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau. Sedangkan negeri akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kamu mengerti?” (QS al-An’am ayat 32)

Syaikh Jâbir Abu Bakar al-Jazâiriy -Rahimahullah Ta’ala- menjelaskan arti kata لَعِبٌ (permainan) adalah apa saja yang tidak mendatangkan kebaikan di dunia dan kebahagiaan di akhirat.

Sedangkan kata َلَهْوٌ (senda gurau) artinya apa saja yang menyibukkan manusia dari apa yang seharusnya ia pentingkan agar mendapat kebaikan dan tertolak dari kejelekan.

Ramadhan saatnya me-reset cara kita beramal shaleh. Kita amalkan amal-amal yang disukai Allah. Dan amal-amal yang disukai Allah adalah hati yang luluh, tunduk, pasrah dan merasa membutuhkan Allah. Itulah mengapa Allah senang dengan orang yang bertaubat kembali padaNya. Karena orang bertaubat hatinya luluh, mengiba dan sangat ingin kembali pada Allah setelah ia melakukan perbuatan dosa. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَذَهَبَ اللَّهُ بِكُمْ، وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُذْنِبُونَ ، فَيَسْتَغْفِرُونَ اللَّهَ فَيَغْفِرُ لَهُمْ

“Demi Dzat yang diriku berada ditanganNya, jika kalian tidak berbuat dosa Allah akan hilangkan kalian dan Allah akan datangkan kaum lain yang berdosa, lalu mereka pun minta ampun kepada Allah, Allah pun ampuni dosa mereka.” (HR. Imam Muslim 2.749)

Ramadhan saatnya me-reset ulang harta kita, me-reset cara mencarinya, dan cara membelanjakannya, karena harta adalah sebaik-baiknya penolong dalam menegakkan ad Diin.

Adalah Imam Ahmad bin Hanbal beliau selama hampir tujuh puluh tahun hanya makan roti dan kurma, namun hidupnya bermanfaat untuk agamanya. Sebaliknya Khalifah Ma’mun dan Al-Mu’tashim selama hampir empat puluh enam tahun kenyang dengan berbagai makanan yang lezat, namun itu tak mendatangkan manfaat bagi mereka dan tidak menunda ajal mereka.

Masih banyak lagi yang perlu kita reset ulang dalam kehidupan kita. Jika kita tidak me-reset ulang aspek-aspek dalam kehidupan kita, dikhawatirkan kita terkena penyakit “Ghoflah” [ lalai ]. Sehingga menjadi orang yang berhati keras, tidak mau menerima kritik dan saran, memiliki sikap sombong, menganggap remeh nikmat yang telah Allah berikan kepada kita dan tidak mau mensyukurinya.

Maka kembalilah kepada hati nurani dan sadarlah bahwa perjalanan masih panjang namun bekal kita masih sedikit. Yuk kita me-reset ulang.[]

Wallahu’alam bis showwab

Kajian Islam tentang Bercermin dengan Aib Sendiri: Membangun Kesadaran Diri dan Perbaikan Diri

Kajian Islam tentang Bercermin dengan Aib Sendiri: Membangun Kesadaran Diri dan Perbaikan Diri

Dalam ajaran Islam, konsep bercermin dengan aib sendiri atau muhasabah diri memiliki peran penting dalam pengembangan spiritual dan moral individu. Muhasabah bermakna untuk merenung, memeriksa, dan mengevaluasi diri sendiri secara jujur dengan tujuan untuk memperbaiki perilaku dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kajian Islam tentang bercermin dengan aib sendiri menekankan pentingnya kesadaran diri dan tindakan perbaikan yang berkelanjutan.

# Dasar-dasar Islam tentang Muhasabah Diri:

  1. Ayat Al-Qur’an:

Allah SWT dalam Al-Qur’an menyuruh umat-Nya untuk melakukan muhasabah diri. “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Hashr: 18)

Ayat ini menunjukkan bahwa seorang Muslim diwajibkan untuk memeriksa perbuatan dan amalannya sendiri sebagai bentuk kewajiban kepada Allah.

  1. Hadis Rasulullah SAW:

Rasulullah SAW juga mendorong umatnya untuk melakukan introspeksi diri. Beliau bersabda, “Sebaik-baik amal perbuatan adalah yang terus menerus dilakukan, walaupun sedikit.” (HR. Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa perbaikan diri memerlukan konsistensi dalam tindakan yang baik, walaupun dalam jumlah yang kecil.

# Manfaat Bercermin dengan Aib Sendiri:

  1. Perbaikan Spiritual:

Muhasabah diri membantu individu untuk memahami kekuatan dan kelemahan spiritualnya, serta memberikan kesempatan untuk memperbaiki hubungan dengan Allah SWT.

  1. Perbaikan Moral:

Dengan merenungkan perbuatan dan sikap, seseorang dapat mengidentifikasi aspek moral yang perlu diperbaiki, seperti kesabaran, kejujuran, dan kebaikan hati.

  1. Pertumbuhan Pribadi:

Bercermin dengan aib sendiri dapat menjadi langkah awal untuk pertumbuhan pribadi yang berkelanjutan. Individu dapat mengidentifikasi tujuan dan arah hidup yang lebih baik.

  1. Kesadaran Sosial:

Muhasabah diri juga mencakup aspek kesadaran sosial. Individu yang merenungkan tindakan dan kata-katanya dapat menjadi lebih peka terhadap dampaknya terhadap orang lain.

# Langkah-langkah Praktis Muhasabah Diri:

  1. Tafakur (Merenung):

Luangkan waktu untuk merenung tentang perbuatan dan tindakan sehari-hari. Pertimbangkan apakah perbuatan tersebut sesuai dengan nilai-nilai Islam.

  1. Mengakui Kesalahan:

Jujur terhadap diri sendiri adalah langkah pertama menuju perbaikan. Akui kesalahan dan keterbatasan dengan rendah hati.

  1. Doa dan Istighfar:

Sertakan doa dalam proses muhasabah diri. Memohon kepada Allah untuk membimbing dan memberikan kekuatan dalam perbaikan diri.

  1. Tindakan Perbaikan:

Setelah mengidentifikasi aspek yang perlu diperbaiki, langkah selanjutnya adalah mengambil tindakan konkret untuk memperbaiki diri, baik dalam ibadah maupun perilaku sehari-hari.

# Kesimpulan:

Kajian Islam tentang bercermin dengan aib sendiri menekankan pentingnya muhasabah diri sebagai sarana untuk pertumbuhan spiritual dan moral. Dengan merenung secara teratur, mengakui kesalahan, dan mengambil langkah-langkah perbaikan, individu dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mencapai kesejahteraan dunia dan akhirat. Muhasabah diri bukan hanya tugas, tetapi juga panggilan untuk menjadi individu yang lebih baik dan bermanfaat bagi masyarakat.

Open chat
Silakan hubungi kami